Perang Tondano I
Sekalipun hanya berlangsung sekitar satu tahun Perang Tonando dikenal dalam
dua tahap. Perang Tonando I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat
datangnya bangsa Barat orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa
(Tondano) Sulawesi Utara. Orang-orang Spanyol di samping berdagang juga
menyebarkan agama Kristen. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama Kristen di
tanah Minahasa adalah Fransiscus Xaverius. Hubungan dagang orang Minahasa dan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai
abad XVII hubungan dagang antara keduanya mulai terganggu dengan kehadiran para
pedagang VOC. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate.
Bahkan Gubernur Terante Simon Cos mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk
membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan
kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawasi pantai timur Minahasa. Para pedagang
Spanyol dan juga Makasar yang bebas berdagang mulai tersingkir karena ulah VOC.
Apalagi waktu itu Spanyol harus meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju
Filipina
Perang Tondano II
Perang Tondano II sudah terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada masa
pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan
Gubernur Jenderal Daendels. Daendels yang mendapat mandate untuk memerangi
Inggris, memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah jumlah pasukan
maka direkrut pasukan dari kalangan pribumi.
Mereka yang dipilih adalah dari suku-suku yang memiliki keberanian
berperang. Beberapa suku yang dianggap memiliki keberanian adalah orangorang
Madura, Dayak dan Minahasa. Atas perintah Daendels melalui Kapten Hartingh,
Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung.. Dari Minahasa ditarget
untuk mengumpulkan calon pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan dikirim ke Jawa.
Ternyata orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program Daendels
untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Banyak di
antara para ukung mulai meninggalkan rumah. Mereka justru ingin mengadakan
perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya
di Tondano, Minawanua. Salah seorang pemimpin perlawanan itu adalah Ukung
Lonto. Ia menegaskan rakyat Minahasa harus melawan colonial Belanda sebagai
bentuk penolakan terhadap program pengiriman 2.000 pemuda Minahasa ke Jawa
serta menolak kebijakan kolonial yang memaksa agar rakyat menyerahkan beras
secara cuma-cuma kepada Belanda.
Dalam suasana yang semakin kritis itu tidak ada pilihan lain bagi Gubernur
Prediger kecuali mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang
Minahasa di Tondano, Minawanua. Belanda kembali menerapkan strategi dengan
membendung Sungai Temberan. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh.
Pasukan yang satu dipersiapkan menyerang dari Danau Tondano dan pasukan yang
lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai
berkobar. Pasukan Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan
serangan dan merusak pagar bambu berduri yang membatasi danau dengan
perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di
Minawanua. Walaupun sudah malam para pejuang tetap dengan semangat yang tinggi
terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah. Pasukan Belanda
merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan Belanda
dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus dilakukan
Belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Pasukan Prediger
mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari perkampungan itu orang-orang Tondano
muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga beberapa korban berjatuhan dari
pihak Belanda. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur. Seiring dengan itu
Sungai Temberan yang dibendung mulai meluap sehingga mempersulit pasukan
Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung
Minawanua, tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau
tidak mampu mematahkan semangat juang orang-orang Tondano, Minawanua. Bahkan
terpetik berita kapal Belanda yang paling besar tenggelam di danau Perang
Tondano II berlangsung cukup lama, bahkan sampai agustus 1809. Dalam suasana
kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada kelompok pejuang yang memihak kepada
Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuang Tondano terus memberikan perlawanan.
Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik para
pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan. Para pejuang itu
memilih mati dari pada menyerah.
0 komentar:
Posting Komentar